Hilal untuk menentukan 1 Syawal 1442 Hijriyah, saat dilakukan pengamatan oleh tim Badan Hisab Rukyat (BHR) kabupaten Tuban di Menara Rukyatul Hilal, desa Banyuurip kecamatan Senori kabupaten Tuban, Jawa Timur, Selasa petang (11/05/2021) tidak melihat hilal.
Pengamatan dimulai pukul 17.25 hingga pukul 17.30 menggunakan alat teropong yang disebut teodolit yang hasil rekamannya muncul di layar komputer. Hingga matahari tenggelam pukul 17.25, tidak ada satu pun perukyat yang melihat hilal.
Dalam sidang isbat yang dipimpin hakim tunggal dari Pengadilan Agama Tuban, Muntasir, menyatakan bahwa tidak ada satu pun perukyat yang melihat hilal.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tuban, Sahid, mengatakan dengan tak terlihatnya hilal ini, berarti umat Islam diwajibkan untuk istikmal atau menggenapkan puasanya menjadi 30 hari.
“Hampir bisa dipastikan Idulfitri akan jatuh pada hari Kamis, 13 Mei 2021, kalau belum terlihat berarti Rabu (12/05/2021) masih puasa,” katanya.
Apabila saat dilaksanakannya rukyah, hilal terlihat, maka keesokan harinya masuk tanggal satu (1), namun apabila hilal tidak berhasil dilihat, entah karena tertutup mendung ataupun faktor lainnya, maka dilakukanlah istikmal atau penggenapan hari dalam bulan tersebut menjadi tiga puluh (30) hari.
Rukyatul hilal itu memang sesuai perintah agama dan apa yang telah dilakukan Nabi serta selalu dilaksanakan pada tanggal 29 hijriyah diakhir bulan, khususnya akhir bulan Sya’ban untuk menentukan awal Ramadhan dan akhir Ramadhan untuk menentukan awal Syawal, bagaimanapun kondisi hilal pada waktu itu.
Sementara itu, Ketua Tim BHR kabupaten Tuban, Mashari menjelaskan pada pelaksanaan Rukyatul Hilal awal Syawal 1442 Hijriyah ini, tinggi hilal masih di bawah ufuk, antara minus tiga (-3) derajat sampai dengan minus empat (-4) derajat dibawah ufuk, dan hilal terbenam lebih duluan dibanding Matahari. “Artinya hilal sangat susah atau bisa kita katakan tidak mungkin untuk kita amati karena berada di kondisi istihalah ar-rukyah sehingga kemungkinan besar hari ini puasa kita akan istikmal (digenapkan),” kata ia.
Namun demikian, kita masih harus menunggu sidang isbat dari pemerintah petang nanti. Bukan berarti rukyatul hilal sore ini menjadi tidak bermakna. Karena rukyah selain mempunyai dimensi ilmiah, juga mempunyai dimensi ‘ubudiyyah. “Kita melaksanakan rukyah saja sudah mendapat pahala karena bersifat ta’abbudi, terlepas dari apakah hilal berhasil dilihat atau tidak,” imbuh pria asli Lamongan ini.
Hilal sendiri kemungkinan bisa dilihat atau tidaknya, bisa berada di tiga (3) kondisi ini yakni Imkan ar-rukyah, Qoth’i ar-rukyah dan Istihalah ar-rukyah.
Pertama, Imkan ar-rukyah, pada kondisi ini hilal masih dimungkinkan untuk bisa dilihat.
Kedua, Qoth’i ar-rukyah, kondisi ini hilal sudah jauh melebihi kriteria imkan ar-rukyah sehingga kemungkinan bisa dilihatnya sangat tinggi.
Ketiga, Istihalah ar-rukyah, pada kondisi ini hilal sangat jauh di bawah kriteria imkan ar-rukyah sehingga mustahil untuk bisa dilihat.
Alhamdulillah, pada waktu rukyatul hilal awal Ramadhan 1442 Hijriyah di Menara Desa Banyuurip kemarin hilal berhasil terlihat karena memang sudah pada kondisi imkan ar-rukyah dengan tinggi lebih dari tiga (3) derajat.
Dengan adanya agenda rukyah semacam ini, menjadi wahana untuk edukasi kepada masyarakat tentang ilmu falak, tentang ilmu perbintangan, tentang ayat-ayat kauniyyah Allah SWT.
Proses melihat hilal dihadiri beberapa unsur dari pihak terkait yakni dari MUI kabupaten Tuban (H. Kasduri), Ketua Pengadilan Agama (H. Nur Indah), Polres, Dandim, Kabag Kesra di wakili Kasubag Bina Mental Spiritual (Rahmad Darmawan), Kepala BMKG Kabupaten Tuban (Rofiq), DMI, Ormas NU dan Muhammadiyah, Pimpinan Pondok Pesantren, Jajaran Pemerintah Kecamatan Senori beserta Ormas, Kepala KUA, Penyuluh dan beberapa media.
Rukyat hanya penguat dari metode hisab (perhitungan kalender) dalam menentukan awal Ramadhan dan 1 Syawal. Meski akurat, hasilnya tidak bisa digunakan sebagai penentu utama awal Ramadhan dan 1 Syawal.
“Hasil pengamatan sebagai pertimbangan Kementerian Agama RI dalam sidang isbat,” pungkasnya. (lai/irn)
Editor Laidia Maryati