Bahan halal merupakan hal mendasar yang sangat dibutuhkan dalam proses produk halal. Karenanya, pemenuhan kebutuhan bahan halal bagi industri merupakan sebuah keniscayaan dalam upaya pengembangan ekosistem halal di Indonesia.
Untuk menjawab tantangan ini, riset yang dilakukan di berbagai perguruan tinggi sangat diperlukan dalam inovasi dan pengembangan bahan halal. Hal itu diungkapkan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Mastuki, saat menjadi narasumber webinar dengan tema “Titik Kritis Kehalalan Vaksin: Tinjauan Scientific dan Syariat Islam” yang diadakan Halal Research Center Universitas YARSI Jakarta.
“Bahan halal merupakan salah satu isu penting di dalam halal value chain. Karenanya riset dan berbagai inovasi di perguruan tinggi perlu diarahkan untuk menjawab tantangan dalam pengembangan hahan halal bagi industri kita,” terang Mastuki, Sabtu (10/4/2021).
Mastuki yang juga Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal menjelaskan, sertifikasi halal yang merupakan core business dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) di Indonesia menganut prinsip ‘traceability’ atau ketertelusuran. Konsep halal dibangun secara holistik dengan mencakup seluruh aspek yang terlibat dalam proses produksi halal dari hulu hingga hilir.
Madzhab Halal Indonesia, lanjut Mastuki, terbangun dari gabungan antara madhzab sains dan madzhab fiqih. “Madzhab sains diterapkan dalam pemeriksaan dan/atau pengujian produk yang dilakukan oleh LPH dengan auditor halal yang profesional. Sedangkan madzhab fiqih berkaitan dengan penetapan fatwa kehalalan produk yang dilaksanakan oleh otoritas ulama yaitu MUI. Dan sebagai administrator dan fasilitator, BPJPH melanjutkan rule yang telah lama diterapkan ini,” imbuhnya.
Dengan menerapkan prinsip ketertelusuran, Mastuki menuturkan, sertifikasi halal menjangkau semua potensi titik kritis proses produksi dari hulu hingga hilir.
“Konsep halal yang holistik ini kita terapkan dengan menjangkau semua potensi titik kritis kehalalan. Mulai dari bahan baku, penggunaan bahan tambahan, proses penyembelihan, proses produksi yang berpotensi terjadi kontaminasi, logistik seperti packaging, transportasi hingga penyajian produk di pasar,” urainya.
Webinar digelar secara virtual menghadirkan sejumlah narasumber. Ketua Yayasan YARSI Jurnalis Uddin, Rektor Universitas YARSI Fasli Jalal, Anggota Komisi Fatwa MUI Endi M Astiwara, Kepala Halal Research Center Universitas YARSI Anna P Roswien, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Tjandra Yoga Aditama, dan Kepala Lembaga Penelitian Universitas YARSI Ahmad Rusdan Utomo.
Humas