Usai dilantik tanggal 13 Pebruari 2021 oleh Ketua Umum MUI Jatim, Ketua Komisi Ukhuwah Islamiyah dan Hubungan Antar Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Moh Ersyad, Kamis sore (25/02/2021) mengadakan rapat perdana dengan anggota di Kantor MUI Jawa Timur, jalan Dharmahusada Selatan. Rapat berjalan sekitar empat jam dipimpin oleh Sekretaris, Edi Supriyanto.
Moh. Ersyad mengatakan dalam rapat tersebut menghasilkan 9 program yaitu koordinasi dengan ulama, umaro, dan tokoh lintas agama serta lintas ormas dalam mewudjudkan ukhwah islamiyah dan hubungan antar umat beragama, penyusunan pedoman/panduan dalam moderasi beragama dan penyelenggaraan ukhwah islamiyah serta hubungan antar umat beragama sesuai ketentuan peratuan perundang-undangan dan kebijakan MUI Jawa Timur, pencegahan dan penanganan permasalahan ukhwah islamiyah dan hubungan antar umat beragama, MOU kehidupan sosial inter dan antar umat beragama dengan instansi/lembaga dan ormas terkait, menjadi perekat dan penguat terwujudkan ukhwah islamiyah dan hubungan umat beragama, peningkatan kerukunan intern/antar umat beragama melalui pembentukan Desa / Kelurahan Harmoni, pengembangan toleransi umat beragama melalui seni budaya, kajian dan analisis isue-isue yang sedang dan akan terjadi di masyarakat dan sosialisasi kehidupan harmoni, damai dan saling menghormati umat beragama di perguruan tinggi, sekolah, ponpes dan lingkungan masyarakat.
Ia menambahkan, dari 9 program tersebut ada 3 program prioritas.
“Tiga program unggulan tersebut adalah koordinasi dan temu tokoh umat beragama, Mou kehidupan sosial intern dan antar umat beragama dengan instansi terkait dan membentuk desa/kelurahan harmoni di Jawa Timur,” ujar pria jebolan UINSA Surabaya ini.
“Program ini sebagai implementasi dari program Pemerintah yakni Nawa Cita diantaranya terciptanya Jatim Harmoni,” imbuhnya.
Komisi Ukhuwah Islamiyah dan Hubungan Antar Umat Beragama mempunyai visi terwujudnya ukhwah islamiyah serta hubungan antar umat beragama yang damai dan rahmatan lil alamin.
Ada beberapa tantangan yang dihadapi diantaranya perkembangan pandemi covid-19 telah membatasi ruang gerak kegiatan ukhwah Islamiyah. Selain itu terbatasnya pembiayaan untuk organisasi MUI, pemahaman masyarakat terhadap ajaran agama yang masih rendah, masih banyaknya aliran atau organisasi agama yang terlalu fanatis serta penggunaan teknologi digital dan media sosial oleh masyarakat yang terlalu bebas, khususnya anak muda yang sangat berpengaruh terhadap perilaku dan pola pikir.
Kebijakan politik yang berpotensi menimbulkan perbedaan pandangan dan ideology, berpotensi menimbulkan aksi intoleransi juga menjadi tantangan tersendiri. (lai)
Editor Laidia Maryati